Menelisik kebijakan Agama non muslim akan dimasuk kurikulum dayah aceh
Kepala Dinas Pendidikan Dayah Propinsi Aceh,Dr. Bustami Usman, S.H,S.A.P,M.Si, menjelaskan dinas yang dia pimpin berupakan bagian dari keistimewaan Aceh. Sehingga tidak mengurus pendidikan di luar agama Islam.
Hal ini disampaikan olehnya terkait beredarnya draft Qanun Aceh Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah Tahun 2017, untuk mengklarifikasi berita tentang adanya upaya dinas dayah mendanai pendidikan agama non Islam.
“Yang beredar di internet itu adalah draft awal yang dicopy paste dari Qanun Pendidikan. Ketua penyusunnya Pak Mawardi Ismail, bersama akademisi lainnya di Fakultas Hukum Unsyiah. Sekali lagi itu draft awal. Saat ini kami sudah memiliki draft terbaru. Pasal 38 pun sudah berganti isinya,” ujar Bustami, Sabtu (20/1/2018).
Pasal 38 hasil revisi terakhir disebutkan: ayat (1). Pendidikan dayah terdiri atas;
a. pendidikan dayah/pesantren; dan
b. pendidikan dayah diniyah.
ayat (2). Pendidikan dayah /pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat menyelenggarakan satu atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan dayah pada jalur formal, nonformal dan informal.
“Jadi yang pasal 38 pada draft sebelumnya, merupakan copy paste dari qanun pendidikan. Mungkin tim penyusun alpa. Tapi ya sudahlah. Memang tidak ada lagi di dalam draft terbaru,” ujar Bustami.
Dalam kesempatan itu Bustami menjelaskan, Dinas Pendidikan Dayah Propinsi Aceh hanya mengurus perihal dayah (pendidikan Islam). Tidak ada hubungan dengan agama dan keyakinan di luar Islam.
“Ini bukan murni ingin mengkritisi kinerja kami. Tapi sudah masuk ranah politik. Saya paham. Tapi publik juga harus paham kami yang di dinas dayah juga Islam. Kita sama-sama Islam. Jadi, jangan kedepankan persepsi buruk dulu,” imbumh Bustami.
Adapun Ketua Peusaba, Mawardi Usman, mengaku kecewa dengan draft qanun dayah yang memasukkan agama non-Islam sebagai bagian kurikulum pendidikan dayah di Aceh. Menurutnya sudah seharusnya orang-orang yang memegang tampuk pimpinan di Badan Dayah merupakan kalangan dayah atau alumni dayah.
"Kami merasa heran, kenapa makin hari makin kacau, apalagi draft qanun disusun oleh ahli dari Unsyiah yang notabane tidak pernah meneliti tentang dayah sama sekali," ujar Mawardi.
Dia mengatakan kebijakan ini sangat berbahaya dan mempertaruhkan eksitensi dayah. Selain itu, draft qanun seperti itu juga mengancam seluruh instrumen pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
"Apa yang terjadi jika diqanunkan, maka akan banyak sekolah non-Islam di Aceh, yang bahkan tidak berani (dilakukan) oleh Belanda maupun Jepang di masa lalu," katanya lagi.
Mawardi meminta para pihak untuk melibatkan para ulama dalam penyusunan draft qanun Dayah Aceh. Pasalnya, kata dia, ulama lebih tahu tentang dayah.
"Seharusnya qanun tentang dayah itu bersifat khusus dan disusun serius. Bukankah Sultan Iskandar Muda yang terkenal meminta 70 ulama terkenal masanya membuat Qanun Meukuta Alam, yang sampai kini masih bisa digunakan? Peusaba meminta semua pihak serius dalam membangun Aceh dan Ikhlas Lillahta'ala untuk pembelajaran bagi masyarakat Aceh, hari ini dan kelak," katanya.
Dia menyebutkan sangat memalukan jika dalam draft qanun Dayah Aceh justru disusupi kepentingan-kepentingan non muslim. Menurutnya hal tersebut merupakan kerugian yang sangat luar biasa bagi Aceh Darussalam.
"Segera ubah draft qanun Dayah Aceh dan libatkan semua ahli," kata Mawardi.
Comments
Post a Comment